Labels

Monday, May 2, 2011

FENOMENA BRAINWASH (CUCI OTAK)

 
PENDAHULUAN
Pada beberapa waktu yang lalu Polisi menerima Laporan tentang adanya orang hilang bernama Lian, Lian adalah calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Bagian Tata Usaha, Direktorat Bandar Udara, Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Perempuan berkerudung ini hilang Kamis tanggal 7 April 2011 lalu setelah makan siang dengan temannya. Ia kemudian ditemukan pada Jumat tanggal 8 April 2011 di Masjid Ata'awwun, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Saat ditemukan, Lian dalam kondisi menyedihkan. Ia hilang ingatan. Jangankan ingat keluarganya, namanya sendiri bahkan ia lupa. Yang dia tahu namanya Maryam bukan Lian. Sang suami yang datang menjemput pun tidak dikenalinya. Penampilan Lian juga berubah. Ibu satu anak itu yang biasanya mengenakan kerudung berubah menjadi memakai cadar. Ia pun membawa dua buku bertema jihad dan terus-terusan membacanya. Hingga kini Lian masih dalam masa pemulihan untuk mengembalikan ingatannya yang hilang. Polisi belum bisa memintai keterangan CPNS Kementerian Perhubungan itu. Dari keterangan keluarga dan petugas masjid yang menemukannya, Lian mengaku sempat dibawa ke tempat pengajian yang isinya perempuan bercadar dan laki-laki berjenggot. Ia juga sempat dimandikan oleh kelompok tersebut. Sementara selama perjalanan, mata Lian ditutup dan terus-terusan dicekoki kopi hingga ia muntah-muntah. keluarga yakin Lian mengalami cuci otak. Karena belum bisa meminta keterangan Lian, namun hingga saat ini polisi pun belum bisa menyimpulkan siapa pelaku cuci otak CPNS Kementerian Perhubungan ini. Namun sejumlah kalangan meyakini Lian menjadi korban pencucian otak (Brainwash) salah satu gerakan radikal, Pengamat terorisme Al Chaidar menyatakan pencucian otak biasa dilakukan pada orang yang mengalami kekeringan spiritual.
Kejadian yang menimpa Lian, bukanlah peristiwa pertama kali, Pada hari Senin 25 April 2011 seorang dokter berkewarga-negaraan Jerman, Johannes Lilipaly, melapor ke Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Ia mengaku kehilangan istrinya, Irma. Dokter itu menduga Irma pergi meninggalkan rumah akibat terpengaruh doktrin sebuah LSM keagamaan yang telah mencuci otak istrinya. Menurut Johannes, Irma pergi dari rumah pada 1 April silam. Ia hanya memberitahu melalui pesan singkat (SMS). Dalam SMS-nya, Irma hanya mengatakan bahwa dirinya pergi dari rumah sekaligus membawa anak-anak dan barang-barang pribadinya. Atas perilaku Irma itu, Johannes mencurigai peran sebuah LSM keagamaan di daerah Serpong, Tangerang, Banten. Johannes menduga LSM itu telah mencuci otak istrinya, sehingga dia mau melupakan dan tega meninggalkan keluarga. Menurut Johannes, setelah bergabung dengan LSM keagamaan itu, Irma langsung berubah seperti tidak lagi menganggap Johannes sebagai suaminya. Jam berapapun LSM tersebut memanggil, Irma langsung mendatanginya.
Kisah Lian dengan Irma bukan baru kali ini saja terjadi, sebelumnya Polisi di beberapa daerah berbeda juga pernah menerima laporan serupa baik dengan modus yang sama maupun modus yang berbeda, hal ini seringkali disebut dengan istilah Brainwash atau Cuci otak, namun seperti sebelumnya, Polisi kesulitan dalam menyelidiki kasus serupa, mulai dari minimnya Saksi, hingga hilang ingatan yang dialami oleh para korban, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan ingatan tersebut, namun itupun tidak bisa maksimal, kecenderungan perasaan trauma yang menghinggapi korban bila mengingat Peristiwa yang terjadi membuat informasi yang didapatkan dari para korban sangat terbatas. Melihat fenomena tersebut; apakah sebenarnya Brainwash itu, bagaimana brainwash itu dilakukan, dan mengapa seseorang dapat dengan mudah di cuci otaknya, apakah kekeringan spiritual sebagai satu-satunya factor yang memudahkan hal tersebut, atau ada factor lain seperti social, kultural dan kejiwaan, lalu bagaimanakah mencegah dan mengatasi fenomena Brainwash ini.

II.   PEMBAHASAN
Apakah yang disebut dengan Brainwash atau cuci otak itu?
                        Menurut kamus bahasa Inggris kontemporer Longman (Pearson Education, 2003), cuci otak atau brainwash adalah upaya membuat seseorang mempercayai sesuatu yang tidak benar dengan cara-cara kekuatan yang membingungkannya, atau secara terus-menerus dan secara berulang-ulang, dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana dari sudut ilmu kejiwaan? Menurut Diagnostic StatisticManual (DSM)-IV-TR, pengaruh cuci otak dikategorikan sebagai kelainan dissosiatif dimana seseorang sudah tidak bisa lagi berpikir dengan nalar, sehat, atau normal lagi. Kelainan dissosiatif (kebalikan assosiatif) akan dialami jika seseorang berada dalam pengaruh bujukan yang disampaikan dengan cara-cara Coercive. Dalam kehidupan sehari-hari, coercive bisa diterjemahkan sebagai ancaman atau tindakan menakut-nakuti jika sebuah tugas tidak dilakukan. Cara-cara ini biasa dipaksakan kepada tawanan perang agar mau mengerjakan tugas-tugas yang tak umum atau tak ingin dilakukannya. Bujukan dan cara-cara coercive itu lah yang biasa dilakukan dalam proses brainwash atau cuci otak. Secara umum, dalam proses cuci otak, pikiran seseorang akan direformasi dengan cara indoktrinasi. Di masa lalu, cuci otak kerap diterapkan terhadap tawanan-tawanan perang, pelawan politik, atau para tawanan teroris. Atau, juga kepada mereka yang berada dibawah pengaruh indoktrinasi pemerintah yang totaliter. Karena hampir semua materi yang diindoktrinasikan tak sesuai dengan kehendak dan kemauan obyek cuci otak, dengan sendirinya: kepribadian, kepercayaan dan perilaku orang ini akan berubah. Hal ini juga akan membuat yang bersangkutan menyerah pada suatu kondisi sehingga mau mengorbankan banyak hal dalam dirinya. Termasuk dalam kesehatan dan kehidupannya. Kondisi seperti ini merupakan problema khas seperti yang ditunjukkan dalam gejala post-traumatik dan gejala dissosiatif.
     Bagaimana brainwash itu dilakukan?
            Metode utama yang digunakan adalah dengan memasukkan informasi/dogma atau indoktrinasi tersebut secara audio dan visual secara waktu berkala dan panjang, dan bersifat terfokus. Sebuah informasi yang ditekankan dan dimasukkan secara terfokus, dengan akses audio maupun visual, dan dilakukan secara terus menerus, mampu menggiring persepsi dan pola pikir maupun perasaan seseorang sedikit demi sedikit. Inilah yang kita sebut sebagai memasukkan nilai di bawah sadar seseorang. Ketika sebuah nilai telah tertanam cukup kuat di dalam bawah sadar seseorang, maka nilai itu lama kelamaan semakin kuat, berakar, dan permanent. Inilah yang kemudian disebut sebagai hasil dari brainwash itu, dan merupakan tujuan utama dilakukan hal tersebut. Namun melihat fenomena yang terjadi mengapa hal tersebut bisa dilakukan dalam waktu yang relative cepat, setidaknya ada beberapa pentahapan dan cara yang lebih ekstrim untuk menanamkan nilai ini kepada korban, Tahap pertama Pelumpuhan;  Yang pertama harus dilakukan dalam melakukan praktik cuci otak adalah melumpuhkan korban. Biasanya para pengikut baru atau korban cuci otak, dikurung dalam suatu ruangan gelap selama satu hari penuh tanpa makan dan minum. Ini bertujuan untuk membuat korban akan mulai setengah sadar, atau dalam bahasa psikologi, dinamakan memasuki alam bawah sadar, Tahap Kedua Setelah dikurung 24 jam tanpa cahaya, makan dan minum korban akan memasuki alam bawah sadarnya. Setelah itu para korban akan didengarkan musik. Para pakar psikologi pun mengakui jika musik memiliki pengaruh bagi karakteristik seseorang. Ini akan berlangsung selama 3-6 jam sampai korban benar-benar hilang kesadarannya. Tahap ketiga Jika korban telah kehilangan kesadarannya, maka dalam bahasa psikologi dinyatakan telah masuk sepenuhnya ke alam bawah sadar. Dalam keadaan korban kehilangan kesadaran inilah korban dapat diajarkan atau ditanamkan nilai apapun sesuai keinginan si pencuci otak

Mengapa seseorang dapat dengan mudah di Brainwash atau di cuci otak?
Secara umum dari beberapa sumber menyebutkan, mudah tidaknya seseorang utnuk di brainwash adalah karena beberapa factor, Pertama; Faktor psikis yang labil,
Misalnya memiliki rasa negatif, bingung atau ragu dengan identitas dirinya sendiri. Kedua; factor Psikologis yang sombong, tidak hanya orang yang psikisnya labil yang mudah dicuci otak, orang yang percaya dirinya berlebihan alias kesombongan psikologis juga bisa dengan mudah dipengaruhi. Misalnya orang-orang yang egois dan bangga bahwa apapun yang ia percaya secara otomatis adalah benar, namun tidak didukung dengan pengetahuan yang luas dan mendasar. Dan ketiga; Orang yang mengalami tekanan fisik dan mental, Hal ini karena kondisi tersebut membuat orang menjadi kelelahan, tidak berdaya, hingga akhirnya mengurangi kemampuan berpikir dan menolak pengaruh baru yang diberikan.
Guru Besar Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan Rumah Sakit Sardjito Prof. Samekto Wibowo mengatakan, mudah tidaknya seseorang dipengaruhi orang lain tidak bergantung pada kondisi organ otak seseorang karena bentuk anatomi otak semua orang sama. Mudah tidaknya seseorang dipengaruhi bergantung pada kondisi jiwanya. Meskipun demikian, proses cuci otak akan berimbas pada perubahan komposisi kimia dan mengganggu fungsi otak. Komposisi ini dapat dijadikan indikator status kejiwaan seseorang. Setelah cuci otak, memori jangka pendek seseorang akan hilang. Adapun hilangnya memori jangka panjang sangat bergantung pada besar tidaknya unsur baru yang dimasukkan. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Irmansyah menambahkan, proses cuci otak tidak merusak organ otak seseorang. Mudah tidaknya seseorang dipengaruhi sangat bergantung kepada kuat tidaknya kepribadian yang dimiliki. Orang yang tidak mandiri, sangat bergantung kepada orang lain, serta memiliki dendam atau kebencian terhadap sesuatu juga akan menjadi lebih mudah dipengaruhi. Sedangkan dari sudut pandang Sosiologi dikenal istilah Deprivasi social (perampasan) dan Defferensial association, artinya bahwa seseorang dapat melakukan atau menjadi korban dari Brainwash (cuci otak) ini karena merasa ada hak-haknya yang dirampas seperti hak untuk menganut paham atau keagamaan tertentu secara radikal, yang dilatar belakangi kesenjangan ekonomi, social, pendidikan maupun stratifikasi, seperti mencari pembenaran bagi perbuatannya, dan juga factor terjadinya criminal karena dipelajari, artinya seseorang tersebut secara sadar melakukan perbuatan criminal bahkan mempelajari teknik-tekniknya.
 Bagaimana cara mengatasi dan mencegahnya, menurut Prof. Samekto, cuci otak merupakan persoalan psikologis. Karena itu, proses penyembuhannya tidak bisa dilakukan dengan obat-obatan, tetapi melalui konseling psikologis. Untuk membangun pribadi yang tangguh dibutuhkan proses pendidikan yang baik. Pendidikan yang mencerahkan dan tanpa tekanan, keteladanan, hingga sistem komunikasi kepada mereka yang tak bisa menenggang perbedaan untuk menata ulang struktur keyakinannya. Pendidikan dalam keluarga akan mempengaruhi cara pandang seseorang, Mereka yang terbiasa mendapat didikan keras, baik fisik maupun emosi, cenderung menjadi pribadi yang keras dan berpikiran monolistik. Pendidikan yang bersifat dogmatif tanpa mengenalkan proses memberi alasan (reasoning) atas setiap yang dilakukan cenderung membuat orang menjadi tertutup dengan pendapat lain. Ketidakmampuan memberi alasan itu membuat nalar seseorang tidak berjalan dan emosinya menguat. Komunikasi harus dilakukan dengan seimbang tanpa tekanan. Tekanan yang dilakukan kepada mereka yang memiliki struktur keyakinan keras justru akan semakin menguatkan struktur keyakinan mereka. Hal itu bahkan bisa memunculkan simpati dan dukungan dari mereka yang sebelumnya justru menolak struktur keyakinan yang keras. Berusaha untuk menekan kesenjangan ekonomi, social yang terjadi dengan meningkatkan solidaritas dan melakukan perubahan social, dimana seseorang dapat lebih peduli terhadap orang lain dilingkungannya dan memberikan nilai-nilai yang baik bagi kemanusiaan, dianggap sebagai cara pencegahan yang paling efektif, karena seseorang tidak akan melakukan kejahatan atau tindak criminal terhadap orang-orang yang dikenalnya sangat baik dan peduli terhadap orang lain, perubahan social ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah komitmen bersama sebagai sebuah bangsa yang majemuk, guna mencapai tujuan bersama yaitu mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa pada mulanya fenomena Brainwash atau cuci otak ini banyak diterapkan pada pasukan, ataupun tawanan perang, namun saat ini proses Brainwash ini juga dilakukan oleh kelompok-kelompok organisasi yang radikal. Inti dari Brainwash ini adalah berupa indoktrinasi atau penanaman nilai-nilai di bawah sadar, dengan metode yang beragam, dimana tujuannya adalah untuk menciptakan kebingungan dan kelainan dissosiatif dimana seseorang sudah tidak bisa lagi berpikir dengan nalar, sehat, atau normal lagi. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat dengan mudah di Brainwash adalah sangat beragam, mulai dari factor Kejiwaan, kepribadian yang dimilki, hingga factor social, seperti kesenjangan ekonomi, social, pendidikan maupun stratifikasi dalam masyarakat. Hal-hal tersebut telah mendorong seseorang untuk seolah-olah mencoba lari dari kenyataan, dan mencari sebuah oase kehidupan yang memberikan janji-janji kesenangan maupun kebahagiaan.
Mengatasi dan mencegah terjadinya Brainwash ini bukanlah suatu hal yang mudah, boleh dikatakan memerlukan kepedulian dari setiap unsur masyarakat, baik unsur  keluarga sebagai pemberi nilai-nilai yang awal dalam lingkup terkecil, guru, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat sebagai pendidik, hingga kepedulian setiap individu masyarakat terhadap lingkungannya dan kemauan untuk melakukan sebuah perubahan social, bahkan bagi penegak hukum maupun Pemerintah dibutuhkan peran social bagaimana mengidentifikasi sebuah masyarakat dalam lingkungan yang heterogen guna terwujudnya keteraturan sosial, sehingga dapat diketahui sejak dini seseorang yang merasa tertekan, menutup diri, agar tidak mudah untuk dipengaruhi oleh hal-hal yang negative, serta dengan menyelidiki atau mengantisipasi informasi yang ada baik melalui media cetak, media elektronik maupun internet, dimana informasi tersebut mencoba menanamkan nilai-nilai radikal yang cenderung memprovokasi orang lain untuk berbuat kejahatan atau penyimpangan.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih anda telah memberi komentar